Sunday 30 March 2008

Tambang di Lembata: Tak Sudi Asing di Lewotana

Bupati dan DPRD Lembata berkukuh menggolkan rencana tambang guna menggenjot kas daerah. Mayoritas masyarakat menolak tegas karena trauma masa lalu. Rencana itu pun ditengarai sarat manipulasi.ANASTASIA Gea dan Rafael Suban Ikun adalah dua sosok yang mengemban tugas sebagai pelayan masyarakat di desanya, Kecamatan Lebatukan, Lembata. Mereka tak mau kehilangan muka di hadapan masyarakatnya yang telah memilih mereka menjadi pemimpin. Gea adalah ibu rumah tangga. Ia dipercaya warga Lamadale menjadi kepala desa (kades).Sedang Suban Ikun mengemban tugas sebagai Kepala Desa Dikesare. Segala kebijakan yang mereka jalankan benar-benar hasil urun rembuk warga desa. Karena itu, tak pernah mengkianati jabatan yang diembannya. Mereka sadar. Jabatan itu amanah rakyat. Jika ada kebijakan pemerintah yang tak sejalan dengan aspirasi masyarakat desa? Semua ada di tangan masyarakat. Kalau masyarakat menolak maka itu tak bisa diotak atik. Siapapun dia. Titik.Sikap dua kades itu yang menyata saat Bupati Lembata Andreas Duli Manuk dan DPRD Lembata sepakat menerima kehadiran PT Merukh Lembata Coppers (Selanjutnya disingkat MLC) melakukan eksplorasi dan eksploitasi emas, tembaga, bahan mineral ikutan lainnnya di perut Lembata. MLC adalah sebuah perusahaan patungan antara Pemkab Lembata dan PT Pukuafu Indah (PI) milik Yusuf Merukh. PT PI adalah salah satu perusahaan di bawah kendali kelompok usaha Merukh Enterprises (ME). Begitu pula dengan sosok Abu Samah, pemangku ulayat Puakoyong (wilayah prosepek tambang) dari Kampung Peu Uma, Desa Hingalamamengi, Kecamatan Omesuri.Apa kata mereka? Kita dengar saja. “Saya tetap punya prinsip bahwa soal jabatan saya tidak pikir. Soal jabatan itu hanya sementara. Sehingga menyangkut rencana pertambangan itu saya lebih memihak masyarakat untuk tetap tolak tambang. Walaupun apa yang terjadi menyangkut jabatan, saya sendiri tidak takut. Kalau toh sikap penolakan saya dan masyarakat berdampak pada penghentian program pembangunan di desa ini, saya tidak menyesal. Saya dan masyarakat sudah hidup dari dulu sampai sekarang dengan hasil usaha dari pertanian, perkebunan, dan tanaman-tanaman komoditi,” ujar Gea.Konsistensi sikap penolakan mulai nampak menuai akibat. “Upaya untuk dipersulit tetap ada, tapi saya berada di pihak rakyat. Bahwa saya berada dengan rakyat dan apapun saya di pihak rakyat, bersama rakyat. Jabatan ini tidak bertanggung jawab pada pejabat. Saya bersama rakyat karena mereka yang pilih saya sekitar 400-an,” tegas Ikun, penjual es keliling saat masih sekolah di Waiwerang, Adonara, Flores Timur (Flotim).Sedang Abu Samah? “Emas itu tidak boleh dibongkar bangkir. Nanti tanah dan kampung ini jadi ringan. Nanti kita hancur sampai anak cucu-cece kita. Sebab saya tidak mau setelah 20 atau 30 tahun mendatang saya sudah jadi tulang belulang, musibah ini muncul. Mereka (anak cucu-cece) akan maki hancur saya. Sehingga bagaimanapun saya tetap pertahankan tanah kami. Pemali besar kalo kita jual tanah ini. Sebab, kita pasti tanggung akibatnya,” tegas Abu Samah (Kertas Posisi JPIC-OFM Indonesia, 2007).Mengapa DitolakMayoritas masyarakat di Kecamatan Lebatukan dan Kedang (Kecamatan Omesuri dan Buyasuri) yang merupakan merupakan wilayah prospek tambang, menolak tegas rencana itu. Di Kedang, misalnya, nuansa penolakan terasa sangat kuat. Mereka masih trauma dengan pengalaman buram kehadiran perusahaan pertambangan di wilayah itu selama kurun waktu 1984–1990 seperti PT Baroid Indonesia (BI), PT Sumber Alam Lembata (SAL), dan PT Nusa Lontar Mining (NLM). Saat itu, Lembata masih bergabung dengan kabupaten induk, Flores Timur.Setelah tiga berusahaan itu selesai beroperasi, justru hanya pepesan kosong. Janji rumah ibadah, sekolah, dan rumah tinggal bagi masyarakat lokal tak pernah terealisasi. Itu kesaksian Petrus Oha (67), bekas buruh tambang PT BI. Buruh lainnya, Petrus Bisa mengaku ia dan rekan-rekan harus masuk dalam lubang sedalam 23 meter dengan menggunakan tangga. Pada malam hari, jika lembur mereka hanya diberi kopi, pisang, dan telur ayam sebagai pengganti makanan. Sedang ia dan rekan-rekannya diupah Rp. 1000/hari. Bahkan janji perusahaan memberi genset atau bantuan air minum tak pernah terwujud. Sebuah sungai akhirnya tercemar dan tak bisa menjadi bahan baku warga sekitar.Penolakan masyarakat Lembata atas rencana tambang oleh MLC didasarkan atas pertimbangan sosial-ekonomi dan ekologis. Mereka tak mau lahan pertanian musnah dan banjir melanda wilayahnya. Mereka juga tak mau dipindahkan ke tempat lain karena sudah menyatu dengan kampung halaman yang telah menghidupi mereka. Dan satu hal pasti bahwa masyarakat Lembata adalah masyarakat agraris sehingga sangat bijak kalau sektor pertanian diberdayakan jika mereka ingin dihargai.Ongkos ekonomi, sosial, dan lingkungan yang harus dibayar mahal akibat pertambangan di Atanila sejatinya memberikan pelajaran berharga. Dalam kasus ini, Bupati Manuk punya komentar. “Di Atanila, perusahaan bukan hanya mengangkut barit, tetapi sesungguhnya mereka (perusahaan) juga mengangkut emas,” kata Bupati Manuk saat berlangsung pertemuan dengan Keluarga Besar Lembata (KBL) Jakarta di Hotel Aston Atrium Senen, Jakarta Pusat, 22 Agustus 2007. Jadi, yang tersisa bagi masyarakat hanya rasa janji angin surga. Kekhawatiran bisa meluas. Jangan sampai usaha menggolkan rencana itu karena ambisi mengejar setoran sesaat namun menggadaikan masyarakat, alam, lingkungan, dan kearifan local.Dalam konteks rencana tambang oleh MLC, Bupati dan DPRD Lembata akan sangat dihormati rakyatnya jika memutuskan membatalkan rencana tambang. Kemudian memikirkan masalah-masalah urgen seperti membangun ruas jalan memadai guna menggerakkan roda ekonomi masyarakat. Tak perlu terhipnotis janji perusahaan membangun apartemen bagi para petani Leragere (Lebatukan) atau nelayan di Pantai Bean di Kedang. “Aneh, kalau seorang petani yang setiap hari hidup di kebun dengan tofa, parang, dan cangkul tiba-tiba hidup di apartemen lengkap dengan perabotnya. Petani mana yang keluar-masuk apartemen untuk pigi kebun?” ujar Pastor Marselinus Vande Raring, SVD retoris.Pada 9-13 Agustus 2007 lalu, dua kelompok tim studi banding bentukan Bupati diterjunkan ke lokasi pertambangan PT Newmont Minahasa Raya (NMR) di Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara dan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) di Pulau Sumbawa, NTB. Dua perusahaan ini sahamnya juga dimiliki Yusuf Merukh, yang bakal melebarkan sayap usahanya lewat MLC di Lembata. Tim itu akan melakukan studi banding bagaimana nantinya jika MLC jadi beroperasi di Lembata. Masalahnya, tim NMR tak ketahuan batang hidungnya di Mesel maupun Pantai Buyat. Bahkan seorang anggota tim studi banding mengaku jujur bahwa mereka tak sampai di lokasi karena kemalaman di jalan dan langsung kembali ke Manado. “Kami tak sampai di lokasi tambang PT Newmont Minahasa Raya di Mesel atau Pantai Buyat yang selama ini diberitakan tercemar,” katanya.Koalisi Jakarta untuk Tolak Tambang Lembata yang terdiri dari JPIC OFM Indonesia dan PADMA Indonesia juga mendapatkan informasi serupa. Tiga personil koalisi diterjunkan ke Desa Ratatotok Timur (Pantai Buyat), Ratatotok maupun Mesel pun mendapat kabar tak ada tim studi banding dari Lembata. Seorang karyawan ex NMR, Berty Pontoh, mengaku kalau ada kunjungan pihak luar mereka harus diberitahu untuk memfasilitasi selama kunjungan di ex NMR. “Nyanda (tidak) ada kunjungan tim dari Lembata di sini. Biasanya, kalau ada kunjungan kami pasti diberitahu,” kata Berty Pontoh.Bahkan Wakil Ketua BPD Ratatotok Timur Jafar Sarundayang pun memastikan bahwa tak ada kunjungan. “Kalau ada kunjungan tim dari Lembata maka hukum tua (kepala desa) akan beritahu kami untuk hadir dan menerima mereka. Tapi benar tidak ada kunjungan,” kata Jafar Sarundayang. Tim yang mampir di kantor Bupati Minahasa Tenggara juga memastikan bahwa tidak ada kunjungan tim studi banding di lokasi ex NMR. “Kalau ada kunjungan berarti tercatat dalam buku tamu kami. Pada tanggal 9, 10 dan 11 tak ada kunjungan masyarakat Lembata di Ratatotok. Kalau ada tentu mampir juga di kantor sini karena kami sudah jadi kabupaten baru,” kata Decy di Ratahan, kota Kabupaten Minahasa Tenggara.Rayu Pemilik UlayatMeski ditolak, Pemkab Lembata melalui pihak-pihak tertentu terus berusaha merayu dan pemilik ulayat untuk menyerahkan tanahnya. Pemilik ulayat dijanjikan anak-anak mereka diangkat jadi pegawai negeri sipil (PNS). Ada orang suruhan bupati menyerahkan uang Rp. 1 juta kepada Abu Samah di rumahnya. “Saya sedang mencari pengacara untuk menggugat mereka,” kata Abu Samah berang. Bahkan di hadapan Wakil Bupati Andreas Nula Liliweri yang bertandang ke rumahnya, Abu bicara tegas. “Saya bilang sama Wakil, saya ini bukan pisang yang dijual di pasar. Apa maksud kamu kasih uang sama saya dan diselipkan dengan kartu nama bupati,” tanya Abu kepada Wakil Bupati.Abu juga mengaku dirayu seorang wartawan sebuah mingguan yang terbit di Kupang. Wartawan itu melakukan negisiasi harga tanah ulayat sampai harga Rp. 10 miliar. Wartawan itu, konon mendapat fee Rp. 2.5 juta dari guna melobi Abu (Flores Pos, 31/10-7/11 2007).Praktisi hukum asal Leragere, Lembata, Gabriel Suku Kotan, SH, M.Si meminta warga selalu waspada dengan berbagai siasat Pemkab Lembata mengadu domba warga yang telah sehati menolak. Apalagi, membuat seremoni adat guna menjaga lewotana, leu awuq (lewotana) dari kehancuran. Saat melakukan kunjungan pada Desember dan Januari lalu, warga tetap bertahan pada sikap penolakan atas rencana itu. “Nampaknya yang terjadi adalah pemutarbalikan informasi bahwa sebagian warga sudah menyetujui rencana tambang. Mereka (masyarakat) sudah melakukan sumpah adat menolak. Jadi, siapa yang berani mengambil resiko?” ujar Suku Kotan retoris.FX Namang dari Keluarga Mahasiswa Lembata Jakarta menegaskan, sejak awal, rencana itu ditolak dan mestinya dipahami dengan bijak. Ia mempertanyakan, apa yang mau dicari. Rencana pertambangan yang konon bisa memakmurkan daerah menunjukkan kegagalan pemimpin selama Lembata jadi daerah otonomi enam tahun lebih. Rencana tambang hanya mengalihkan isu kegagalan pembangunan selama ini.“Wajah Lewoleba saja tak pernah berubah. Belum lagi prasarana jalan yang menghubungkan sentra-sentra ekonomi ternyata tak tertangani dengan baik. Padahal, dana yang dikucurkan Pemerintah Pusat nilainya sangat besar. Sedang di lain sisi korupsi merajalela. Ini situasi yang sangat membahayakan bagi kemajuan Lembata ke depan,” tandas Frans Namang. (Ansel Deri)

Monday 18 February 2008

kesehatan



Nikmat Sesaat,
Menderita Selamanya


Kehadiran berbagai fasilitas hiburan malam di sekitar kita, menebar ancaman. Yang paling mungkin adalah Penyakit Menular Seksual.

Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah kelompok penyakit infeksi yang ditularkan melalui kontak seksual. Termasuk dalam PHS adalah Sifilis, Gonore (GO), Chlamydia, Herpes Genitalis, Kondiloma Akuminata, kutu kemaluan (pubic lice), Vaginitis.
Penularan PMS umumnya adalah melalui hubungan seksual, sedangkan cara lainnya yantu melalui transfusi darah, jarum suntik, ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya, dan lain-lain. Sumber penularan utama adalah wanita pekerja seksual.
PHS sering juga disebut penyakit kelamin, penyakit veneral, Penyakit Menular Seksual (PMS). Gejala-gejala yang dapat dilihat :
1. Perubahan pada kulit di sekitar kemaluan
2. Saat membuang air kacil terasa sakit
3. Gatal pada alat kelamin
4. Terasa sakit pada daerah pinggul (wanita)
5. Meski tanpa gejala, dapat menularkan penyakit bila sudah terkena
6. Hanya dokter yang mampu menangani penyakit menular seksual
Akibat yang ditimbulkan:
1. Pada emosi : ketakutan, perasaan malu, bersalah
2. Dapat menular dari ibu kepada bayinya
3. Cacat pada bayi yang dikandung
4. Kemandulan pada pria dan wanita
5. Kematian.
Rantai penularan penyakit menular seksual
Pengertian : Kuman, sebagai penyebab penyakit akan berpindah dari satu orang ke orang lainnya. ini menciptakan terjadinya mata rantai penularan, sehingga setiap mata rantai merupakan bagian yang penting dalam penularan penyakit pada orang lain. Mengerti dan memutuskan salah satu mata rantai penularan adalah cara yang baik untuk mencegah penularan.
Rantai penularan PHS :
Virus, bakteri, protozoa, parasit dan jamur
Manusia, bahan lain yang tercemar kuman
Penis, vagina, lubang pantat, kulit yang terluka, darah, selaput lendir.
Yang paling umum adalah hubungan seks (penis-vagina, penis-lubang pantat, mulut-lubang pantat, mulut-vagina, mulut-penis).
Hubungan seks, pemakaian jarum suntik secara bersama-sama dari orang yang terkena PMS ke orang lainnya (obat suntik terlarang, transfusi darah yang tidak steril, jarum tato dan lainnya).
Orang yang berperilaku seks tidak aman.
Makin banyak pasangan seks, makin tinggi kemungkinan terkena PMS dari orang yang sudah tertular.
Pencegahan:
1. Patahkan salah satu rantai penularan
2. Pakailah kondom
Pengobatan: Datang dan berkonsultasi dengan dokter yang profesional. Berobat sndiri tanpa tahu dengan pasti sring berakibat semakin parah, dan menyebabkan kuman menjadi resisten terhadap obat-obatan.
Peningkatan angka kejadian PMS disebabkan beberapa faktor:
1. Kontrasepsi, timbul perasaan aman tidak terjadi kehamilan
2. Seks bebas, norma moral yang menurun
3. Kurangnya pemahaman tentang selsualitas dan PMS
4. Transportasi yang makin lancar, mobilitas tinggi
5. Urbanisasi dan pengangguran
6. Kemiskinan
7. Pengetahuan
8. Pelacuran
Penularan PMS pada umumnya adalah melalui hubungan seksual (95%), sedangkan cara lainnya yaitu melalui transfusi darah, jarum suntuik, plasenta (dari ibu kepada anak yang dikandungnya) dan lain-lain. Sumber penularan utama adalah WTS (80%).
BERSAMBUNG EDISI DEPAN: JENIS-JENIS
PENYAKIT
MENULAR SEKSUAL

ekonomi

POJOK KOMODITI:
DICARI: Kami memerlukan arang batok 0.5 cm - 1.5 cm. kondisi tanpa debu / sudah melalui proses cuci air. kebutuhan sangat banyak dan rutin. PT INDOCHITO INTERNATIONAL
email : indochito@sby.centrin.net.id ) Kontak HP: 08123020856 atau Telpon: 031-91171339, Faks:
031-8538265, JL MERAK 71 REWWIN, WARU
SIDOARJO 61256, Jawa Timur
DICARI: Dicari pemasok Arang Batok Kelapa secara routine sekitar 100 Ton/bln. Syarat-syarat : 1. Matang arang, Bersih dari kotoran : kayu, abu, tanah, pasir dll, Kadar Karbon diatas 80%, Kadar Ash max 3%, Kadar Air max. 13%, Harga Rp 1.600,- franko Gudang di Ciracas - Jakarta Timur ( dekat TMII ), Pembayaran Cash keras, Hub: Email : totok@gigaintrax.co.id atau totok_agromitra@yahoo.com atau Telp. ( R ) 021 840 3448, ( K ) 021 725 5551 ( Fax ) 021 725 5550 , HP. 0812 104 2966.
DICARI: Kopra, harga nego / fluktuatif, Transfer Bank (T/T), Tunai, minim 20 ton per kirim, Karung, Jumlah besar dan kontinyu, Spesifikasi: Jemur Matahari (Asap juga boleh), Kadar air: 75%, Tidak Jamuran, Tidak Busuk
Tidak ada belatungnya, Warna Cerah, Jumlah: minim 20ton per kirim, Harga: Nego, Bayar Cash di gudang kami di Surabaya, setelah melalui proses cek kualitas dan penimbangan ulang yang disaksikan oleh kedua belah pihak. Hanya untuk suplier yang benar2 serius dan punya barang.Hubungi: Prio 081357169000
DICARI: Rumput laut jenis E.Cottony, Kontak :Agus, Gresik, HP: 031-70216478
DICARI: KEMIRI BULAT/CANDLE NUT Dan MENTE KUPAS , Negara Asal: Indonesi, Harga: Berunding/Negotiation
Cara Pembayaran: L/C, Jumlah: Besar, Kemas & Pengiriman: Karung plastik, Keterangan: Kemiri bulat dari Sumatra, Maluku, NTT, dan Sulawesi. Hubungi: HERI MULYADI, HP: 08154034444, 0721-787948
DICARI: Kami membeli dan menjual pinang berbagai kwalitas dalam jumlah besar.
Bagi anda yang serius berminat ,
silahkan hubungi kami, Tn. Havid Zubaidi HP: +62 852 79900084, Telpon: 0721 7404095, Harga: Negosiasi, Cara Pembayaran: Tunai, Jumlah: 500 karung, Kemas & Pengiriman: karung goni
JUAL: Ready stock pupuk organik bokashi dr kotoran sapi murni yg telah difermentasi,stok bnyk bs rutin, Harga: Rp.350/kg franko pabrik (ja-teng), Jumlah: banyak,bisa continue, Kemas & Pengiriman: karung plastik Hubungi: Tn. Rudy Radius, HP: 021-7624004, Telpon: 0281-7624004

ekonomi

MONEY GAME:
Waspada, Penipuan Berkedok Investasi


Wilayah NTT termasuk Lembata mulai dirambah bisnis investasi dengan sistim jejaring (multilevel marketing). Ada yang tiba-tiba ketiban rejeki. Sebagian besar yang lain, sekonyong-konyong jadi kaya mendadak.
Namanya Charles Ponzi. Ia pria Italia, yang bermigrasi ke Boston, Amerika Serikat. Di tahun 1918, Ponzi menemukan sebuah ide bisnis brilian. Sang imigran ini melihat adanya peluang bisnis melipatgandakan uang dari spekulasi selisih nilai tukar kupon pembelian perangko untuk surat balasan antar negara waktu itu, (postal reply coupon). Hasilnya, lelaki yang kelahiran 1882 itu mengaku, keuntungannya mencapai 400%. Luar biasa.
Ia pun mulai melebarkan usahanya. Ia janjikan keuntungan 50% dari nilai investasi yang ditanam, hanya dalam tempo 45 hari. Tambah 45 hari lagi, keuntungan naik jadi dua kali lipat. Ia pun mendirikan perusahaan sendiri untuk memromosikan skema bisnis nya ini.
Awalnya semuanya baik-baik saja. Sama seperti Ponzi yang juga tengah nikmatnya mengecap keuntungan ‘mendadak’ itu. Beberapa investor, koleganya memang dapat membuktikan janji Ponzi akan keuntungan atas investasi itu. Makin banyak orang tergiur. Pria Italia ini bahkan menyewa agen untuk memasarkan bisnisnya, dan kepada mereka ia berikan komisi besar. Dalam tempo dua tahun, jutaan dolar berhasil Ponzi kumpulkan dari puluhan ribu investor.
Ponzi yang kaya-raya dalam waktu sekejap itu pun mulai menimbulkan pertanyaan banyak kalangan, "Apa sebetulnya bisnis yang dijalankan pria asing ini," kira-kira demikian, batin mereka. Pemerintah mulai menyelidiki, media setempat pun makin terangsang untuk mewartakan apa sesungguhnya yang dikerjakan Ponzi. Hasilnya, mereka mengungkap, hanya sedikit kupon yang diperdagangkan
sebagai basis investasi. Padahal, dengan dana begitu besar yang terkumpul, mestinya jumlah kupon yang diperdagangkan juga banyak. Asal tahu saja, kala itu Ponzi mampu mengumpulkan dana investor US$250.000 per hari, atau dengan kurs saat ini, setara dengan 2.500.000.000 atau 2,5 Miliar setiap harinya.
Terungkapnya modus ini membuat para investor ramai-ramai menuntut agar uangnya dikembalikan. Mereka panik, sangat. Ponzi lebih panik lagi. Bagaimana tidak, uangnya yang sudah dipakainya, harus ia kembalikan US$2 juta (setara 20 Miliar) hanya dalam waktu tiga hari. Karena gagal memenuhi tuntutan investor, Ponzi digelandang polisi AS dengan tuduhan penipuan. Bisnis tutup, Ponzi pun masuk bui.
Kini, Ponzi telah tiada, namun namanya selalu dikenang para pelaku bisnis investasi. Ia jadi legenda bagi mereka yang tahu riwayat kisah ini. Orang mungkin lebih mengenal Skema Ponzi, sebuah skema penipuan berkedok bisnis investasi yang akhir-akhir ini marak di sekitar kita.
Mengapa Disebut Penipuan?
Di dalam Skema Ponzi, terjadi penipuan bisnis yang mengimingi imbal untung yang luar biasa dashyatnya. Orang dibuat bermimpi hingga ke langit ke tujuh, membayangkan jumlah uang yang akan mengalir tiada henti ke pundi-pundinya. Titik kritis unsur penipuan dalam skema ini adalah, investor seolah-olah mendapatkan hasil dari nilai investasi yang dia tanam dengan rate (bunga) seperti yang dijanjikan. Padahal, sesungguhnya Skema Ponzi menggambarkan bahwa apabila terdapat nasabah yang mulai mendapatkan hasil dari investasi yang ia tanamkan, itu sesungguhnya adalah uang investor lain yang masuk kemudian ke tangan sang manajer investasi. Itu sebabnya, investor awal di satu daerah akan langsung mendapatkan keuntungan, karena langsung mendapatkan pengembalian. Efek psikologisnya, orang ini akan terdorong untuk menginvestasikan lebih banyak lagi uangnya. Makin banyak investasi yang ditanamkan pada tahap berikutnya, makin sulit ia keluar dari cengkeraman kerugian yang akan dideritanya, sama seperti kerugian yang sudah pasti akan diderita oleh investor yang bergabung kemudian.
Skema ini pun berupaya meyakinkan calon investornya dengan menghadirkan para investor awal yang sudah sempat mendapatkan hasil investasinya. Para investor ini akan menceriterakan betapa menguntungkannya investasi yang sudah mereka jalani, dan telah sempat mereka nikmati hasilnya. Tentu saja, mendengar kesaksian para investor ini, Anda pun akan tertarik bukan? Apalagi jika investor ini adalah orang dekat Anda, dan Anda tahu persis bagaimana ia menikmati hasil investasinya.
Skema Ponzi di Indonesia, Pejabat pun Jadi Korbannya
Pada 1987, mencuat kasus investasi bodong (kosong) di bawah bendera Yayasan Keluarga Makmur. Tahun 1995 menyusul terungkapnya kasus penipuan berkedok investasi, berwujud arisan berantai dari PT Sapta Mitra Ekakarya (Arisan Danasonic). Belum cukup itu, tahun 2002 diwarnai kasus penipuan PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR), kasus PT Adess Sumber Hidup Dinamika (Add Farm) 2003, kasus PT Wahana Bersama Globalindo dan PT Sarana Perdana Indoglobal (SPI), 2007. Yang paling anyar adalah, kasus Platinum Investment di Surabaya yang gagal memenuhi kewajiban kepada investornya.
Kalau dihitung-hitung, dana investor yang terkumpul sangatlah besar. Tengok saja, dalam penipuan multilevel marketing PT Era Catur Wicaksana (New Era 21) 1998, terkumpul Rp1 triliun. PT Probest International, 2003, terkumpul Rp20 triliun. Dan, paling anyar Platinum Investment, mendulang Rp240 miliar.
Dengan total dana yang luar biasa besarnya ini, tentu saja para investor yang terhimpun pun tidak sedikit. Merek yang terjaring pun tentu bukan investor dalam hitungan jutaan rupiah saja. Pada kasus PT WBG, Ketua DPR RI Agung Laksono pun mengakui dirinya tertipu sebesar Rp10 miliar oleh tindakan para pebisnis tersebut. Tidak hanya dia, Theo L. Sambuaga, politisi Partai Golkar, O. C. Kaligis, pengacara ternama, Andi Mattalata, kini Menteri Hukum dan Ham, serta Adhyaksa Dault, Menteri Pemuda dan Olahraga pun jadi korban. Rata-rata nilai investasi para tokoh di atas mencapai miliaran rupiah.
Saat ini, semua kasus yang disebut di atas, sudah ditangani aparat berwajib. Tidak sedikit juga yang sudah mendekam di penjara, persis seperti Ponzi, guru besar mereka itu.
Money Game Dalam Wujud Baru
Kini masih banyak beredar produk bisnis money game. Dengan adanya kasus-kasus di atas, dari waktu ke waktu pun para pelakunya terus bersalin wajah. Pola nya pun diubah-ubah. Namun, tetap saja penawaran investasi yang menjamur ini, ditengarai tak lebih dari investasi bodong, sama sebangun dengan yang sudah-sudah. Ada perusahaan investasi atau futures yang mengaku sudah mendapat ijin dan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam-Depkeu) atau Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), padahal sesungguhnya mereka hanya bekerjasama dengan manajer investasi, tetapi dana investornya dipergunakan untuk money game.
Ada juga penawaran investasi oleh orang atau perusahaan yang mengaku sebagai agen dari produk investasi nasional, seperti pada kasus WBG, dimana mereka mengaku sebagai agen produk investasi Dressel Investment Ltd. Perusahaan ini menawarkan dua produk reksadana dengan imbal untung 24% per tahun, dibayar 2% per bulan. Kini aliran pembayaran keuntungan macet total, dengan total nilai Rp3,5 triliun.
Pola baru yang lainnya adalah kombinasi investasi online yang digabung dengan sistim usaha multilevel marketing. Salah satunya adalah SwissCash yang kini gencar merambah pasar NTT. Dengan setoran awal minimum US$130, sekitar Rp 1 juta lebih, investor akan mendapat imbal untung, 25% per bulan! SwissCash juga menerapkan sistim bisnis jejaring, dimana seorang investor dapat mencari investor lain dengan perhitungan komisi dan bonus. Iming-iming nya, seorang investor akan memperoleh komisi besar, jika berhasil mengajak banyak orang untuk ikut di dalam bisnis ini.
Nah, money game dalam pola baru ini tentu saja tidak akan diakui begitu saja oleh para pemasar nya. Bahkan investornya pun akan bersikukuh bahwa ini benar-benar sebuah bisnis yang menguntungkan. Namun, jika menyaksikan bagaimana internet protocol www.swisscash.biz (website tempat para investor memperoleh informasi mengenai investasi mereka) sudah diblokir oleh pemerintah Malaysia dan Singapura, barangkali sudah saatnya Anda pun perlu waspada.
Dari rangkaian pemaparan akan data, fakta dan informasi mengenai model-model investasi money game ini, Anda tentu sudah dapat membangun proteksi sendiri untuk melindungi diri dari ajakan atau hasutan untuk berinvestasi dengan keuntungan yang menggila.
Saran saya, jika ada tawaran investasi, apalagi berpola multilevel marketing, maka perlu diperhatikan beberapa tips berikut ini: Cari tahu siapa pemilik atau penyelenggara bisnis ini, bagaimana reputasinya di dunia bisnis nasional atau internasional. Pelajari skema bisnisnya, dalam sistim multilevel marketing, seseorang tidak bisa mendaftar sebanyak dua kali atau lebih, sebaliknya hal ini bisa berlaku di money game. Periksa produk riil nya, apakah benar-benar beredar di masyarakat, ada transaksinya dan ada barangnya, bukan cuma di atas kertas. Nah, jika beberapa hal di atas sudah Anda lakukan, maka Anda boleh membuat keputusan, ikut atau tidak dalam investasi ini. FERDINAND LAMAK

PROMO

Majalah
ATA KIWAN


menyadari sungguh
informasi adalah kunci
dari segala perubahan
yang dimimpikan
masyarakat Lembata

Kita tentu sepakat
bahwa setiap warga
berhak mendapatkan
informasi publik

Bagi Anda di kampung-kampung
yang ingin mendapatkan dan memberikan informasi apapun,
terkait kepentingan publik, baik langsung maupun lewat majalah ini,
kami menyediakannya untuk Anda.

Kirimkan sms anda
ke Nomor-Nomor ini:
0852-532-175-86,
0852-5300-700-2,
0813-53942793,
0813-865-865-45

peraturan

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 37 TAHUN 2007
TENTANG
PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
MENTERI DALAM NEGERI

Menimbang :
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 212 pada Ayat (6) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Desa;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
3. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemeri- ntahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan
yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut.
2. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggung-jawaban dan pengawasan keuangan
desa.
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah
desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa.
4. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa adalah Kepala Desa yang karena
jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan
desa.
5. Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya disebut PTPKD adalah
perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan
desa.
6. Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk menerima, menyim-
pan, menyetorkan, menatausahakan, membayarkan dan mempertanggungjawabkan
keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa.
7. Rencana Pembangunan Jangka Pendek (tahunan) yang selanjutnya disebut Rencana Kerja
Pembangunan Desa (RKPDesa) adalah hasil musyawarah masyarakat desa tentang program
dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk periode 1 (satu) tahun.
8. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disingkat RPJMDes adalah
dokumen perencanaan desa untuk periode 5 (lima) tahun.

BAB II
AZAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Pasal 2

(1) Keuangan desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta
dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran;
(2) Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, dikelola dalam
masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember.

BAB III
KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Pasal 3
(1) Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintah Desa adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Desa dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang
dipisahkan;
(2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa
b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa
c. menetapkan bendahara desa
d. menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa; dan
e. menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa.
(3) Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dibantu oleh Pelaksana
Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD);
(4) Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) adalah Perangkat Desa, terdiri dari:
a. Sekretaris Desa; dan
b. Perangkat Desa lainnya.
(5) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, bertindak selaku koordinator
pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
(6) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 5 mempunyai tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan APBDesa.
b. Menyusun dan melaksanaan Kebijakan Pengelolaan Barang Desa.
c. Menyusun Raperdes APBDesa, perubahan APBDesa dan pertanggung jawaban ]
pelaksanaan APBDesa.
d. Menyusun Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang Pelaksanaan Peraturan Desa
tentang APBDesa dan Perubahan APBDesa.
(7) Kepala Desa menetapkan Bendahara Desa dengan Keputusan Kepala Desa.
BAB IV
STRUKTUR APBDesa
Pasal 4
(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) terdiri dari:
a. Pendapatan Desa;
b. Belanja Desa; dan
c. Pembiayaan Desa.
(2) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a di atas, meliputi semua
penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun
anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa.
(3) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, terdiri dari:
a. Pendapatan Asli Desa (PADesa);
b. Bagi Hasil Pajak Kabupaten/Kota;
c. Bagian dari Retribusi Kabupaten/Kota;
d. Alokasi Dana Desa (ADD);
e. Bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Peerintah Kabupaten/Kota
dan Desa lainnya;
f. Hibah;
g. Sumbangan Pihak Ketiga.
(4) Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b di atas, meliputi semua pengeluaran
dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang
tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa.
(5) Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 4 di atas, terdiri dari:
a. Belanja langsung, dan
b. Belanja tidak langsung
(6) Belanja Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf a, terdiri dari:
a. Belanja Pegawai;
b. Belanja Barang dan Jasa
c. Belanja Modal;
(7) Belanja Tidak Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf b, terdiri dari:
a. Belanja Pegawai/Penghasilan Tetap;
b. Belanja Subsidi;
c. Belanja Hibah (Pembatasan Hibah);
d. Belanja Bantuan Sosial;
e. Belanja Bantuan Keuangan;
f. Belanja Tak Terduga;
(8) Pembiayaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c di atas, meliputi semua
penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali,
baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya.
(9) Pembiayaan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (8) di atas, terdiri dari:
a. Penerimaan Pembiayaan; dan
b. Pengeluaran Pembiayaan.
(10) Penerimaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) di atas, mencakup:
a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya.
b. Pencairan Dana Cadangan.
c. Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan.
d. Penerimaan Pinjaman
(11) Pengeluaran Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) di atas, mencakup:
a. Pembentukan Dana Cadangan.
b. Penyertaan Modal Desa.
c. Pembayaran Utang

BAB V
PENYUSUNAN RANCANGAN APBDesa
Bagian Pertama
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) dan
Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa)
Pasal 5
(1) RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari visi dan misi dari
Kepala Desa yang terpilih;
(2) Setelah berakhir jangka waktu RPJMD, Kepala Desa terpilih menyusun kembali RPJMD
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun;
(3) RPJMDesa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatas ditetapkan paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah Kepala Desa dilantik;
(4) Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menyusun RKPDesa yang
merupakan penjabaran dari RPJMDesa berdasarkan hasil Musyawarah Rencana
Pembangunan Desa;
(5) Penyusunan RKPDesa diselesaikan paling lambat akhir bulan Januari tahun anggaran
sebelumnya.

Bagian Kedua
Penetapan Rancangan APBDesa
Pasal 6
(1) Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa berdasarkan
pada RKPDesa;
(2) Sekretaris Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada
Kepala Desa untuk memperoleh persetujuan;
(3) Kepala Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) di atas kepada BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh persetujuan
bersama;
(4) Penyampaian rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 3 di atas, paling
lambat minggu pertama bulan November tahun anggaran sebelumnya;
(5) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas, menitikberatkan pada kesesuaian
dengan RKPDesa;
(6) Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disetujui bersama sebelum
ditetapkan oleh Kepala ,Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 3 di atas, paling lambat 3
(tiga) hari kerja disampaikan kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi;
(7) Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa sebagaimana dimaksud ayat 2 diatas,
ditetapkan paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBD Kabupaten/ Kota ditetapkan.

Bagian Ketiga
Evaluasi Rancangan APBDesa
Pasal 7
(1) Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (7) diatas, harus menetapkan
Evaluasi Rancangan APBDesa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja;
(2) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, melampaui batas waktu
dimaksud, Kepala Desa dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa
menjadi Peraturan Desa;
(3) Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Raperdes tentang APBDesa tidak
sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
Kepala Desa bersama BPD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja
terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi;
(4) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan BPD, dan Kepala Desa
tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan
Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dimaksud dan sekaligus menyatakan
berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya;
(5) Pembatalan Peraturan Desa dan pernyataan berlakunya pagu tahun anggaran sebelumnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas, ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota; (6) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
di atas, Kepala Desa harus memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa dan selanjutnya
Kepala Desa bersama BPD mencabut peraturan desa dimaksud;
(7) Pencabutan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) di atas, dilakukan dengan
Peraturan Desa tentang Pencabutan Peraturan Desa tentang APBDesa;
(8) Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBDesa tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) di atas, ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
Bagian Keempat
Pelaksanaan APBDesa
Pasal 8
(1) Semua pendapatan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa;
(2) Khusus bagi desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya maka
pengaturannya diserahkan kepada daerah;
(3) Program dan kegiatan yang masuk desa merupakan sumber penerimaan dan pendapatan
desa dan wajib dicatat dalam APBDesa
(4) Setiap pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut harus didukung
oleh bukti yang lengkap dan sah;
(5) Kepala desa wajib mengintensifkan pemungutan pendapatan desa yang menjadi wewenang
dan tanggungjawabnya;
(6) Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan
desa;
(7) Pengembalian atas kelebihan pendapatan desa dilakukan dengan membebankan pada
pendapatan desa yang bersangkutan untuk pengembalian pendapatan desa yang terjadi
dalam tahun yang sama.
(8) Untuk pengembalian kelebihan pendapatan desa yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya
dibebankan pada belanja tidak terduga;
(9) Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) di atas, harus didukung dengan bukti
yang lengkap dan sah;
Pasal 9
(1) Setiap Pengeluaran belanja atas beban APBDesa harus didukung dengan bukti yang
lengkap dan sah;
(2) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan oleh Sekretaris
Desa atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud;
(3) Pengeluaran kas desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum
Rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa;
(4) Pengeluaran kas desa sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak termasuk untuk belanja
desa yang bersifat mengikat dan belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam
peraturan kepala desa;
(5) Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib
menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 10
(1) Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya, merupakan penerimaan
pembiayaan yang digunakan untuk:
a. Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari pada realisasi
belanja;
b. mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanjalangsung;
c. mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum
diselesaikan.
(2) Dana cadangan.
a. Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atau disimpan pada kas desa
tersendiri atas nama dana cadangan pemerintah desa.
b. Dana cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lain diluar yang telah
ditetapkan dalam peraturan desa tentang pembentukan dana cadangan.
c. Kegiatan yang ditetapkan berdasarkan peraturan desa sebagaimana dimaksud pada
huruf b dilaksanakan apabila dana cadangan telah mencukupi untuk melaksanakan
Kegiatan.
BAB VI
PERUBAHAN APBDesa
Pasal 11
(1) Perubahan APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi:
a. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja.
b. Keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya
harus digunakan dalam tahun berjalan.
c. Keadaan darurat
d. Keadaan luar biasa
(2) Perubahan APBDesa hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran,
kecuali dalam keadaan luar biasa.
(3) Perubahan APBDesa terjadi bila Pergeseran anggaran yaitu Pergeseran antar jenis
belanja dapat dilakukan dengan cara merubah peraturan desa tentang APBDesa.
(4) Penggunaan SiLPA tahun sebelumnya dalam perubahan APBDesa, yaitu Keadaan yang
menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan
dalam tahun berjalan.
(5) Pendanaan Keadaan Darurat.
(6) Pendanaan Keadaan Luar Biasa.
(7) Selanjutnya Tata cara pengajuan perubahan APBDesa adalah sama dengan tata cara
penetapan pelaksanaan APBDesa.
BAB VII
PENATAUSAHAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
KEUANGAN DESA
Pasal 12
(1) Kepala Desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa harus menetapkan
Bendahara Desa.
(2) Penetapan Bendahara Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) diatas, harus dilakukan sebelum
dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan kepala desa;
Bagian Pertama
Penatausahaan Penerimaan
(1) Penatausahaan Penerimaan wajib dilaksanakan oleh Bendahara Desa;
(2) Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, menggunakan:
a. Buku kas umum;
b. Buku kas pembantu perincian obyek penerimaan;
c. Buku kas harian pembantu;
(3) Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan penerimaan uang yang menjadi
tanggungjawabnya melalui laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada Kepala Desa
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya;
(4) Laporan pertanggungjawaban penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas,
dilampiri dengan:
a. Buku kas umum
b. Buku kas pembantu perincian obyek penerimaan;
c. Bukti penerimaan lainnya yang sah.
Bagian Kedua
Penatausahaan Pengeluaran
Pasal 14
(1) Penatausahaan Pengeluaran wajib dilakukan oleh Bendahara Desa;
(2) Dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan pada Peraturan Desa tentang
APBDesa atau Peraturan Desa tentang Perubahan APBDesa melalui pengajuan Surat
Permintaan Pembayaran (SPP);
(3) Pengajuan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatas, harus disetujui oleh Kepala Desa
tepilih melalui Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD);
(4) Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan penggunaan uang yang menjadi tanggung
jawabnya melalui laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada Kepala Desa paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya;
(5) Dokumen yang digunakan Bendahara Desa dalam melaksanakan penatausahaan pengeluaran
meliputi:
a. Buku kas umum;
b. Buku kas pembantu perincian obyek pengeluaran;
c. Buku kas harian pembantu.
Bagian Ketiga
Pertanggungjawaban Penggunaan Dana
Pasal 15

((1) Laporan pertanggungjawaban pengeluaran harus dilampirkan dengan:
a. Buku kas umum
b. Buku kas pembantu perincian obyek pengeluaran yang disertai dengan bukti-bukti
pengeluaran yang sah
c. Bukti atas penyetoran PPNjPPh ke kas negara.
BAB VIII
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBDESA
Bagian Pertama
Penetapan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa
Pasal 16
(1) Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBDesa dan Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang Pertanggungjawaban
Kepala Desa;
(2) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, menyampaikan kepada Kepala
Desa untuk dibahas bersama BPD;
(3) Berdasarkan persetujuan Kepala Desa dengan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di
atas, maka Rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBDesa dapat ditetapkan menjadi Peraturan Desa;
(4) Jangka waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, dilakukan
paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Bagian Kedua
Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBDesa
Pasal 17
(1) Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa dan Keputusan Kepala
Desa tentang Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (3) di atas, disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat;
(2) Waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja setelah Peraturan Desa ditetapkan.
BAB IX
PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA
Pasal 18
Alokasi Dana Desa berasal dari APBD Kabupaten/Kota yang bersumber dari bagian dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/Kota untuk Desa
paling sedikit 10 % (sepuluh persen).
Bagian Pertama
Tujuan
Pasal 19
Tujuan Alokasi Dana Desa adalah:
a. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan;
b. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan
pemberdayaan masyarakat;
c. Meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan;
d. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan
peningkatan sosial;
e. Meningkatkan ketrentaman dan ketertiban masyarakat; f. Meningkatkan pelayanan pada
masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;
g. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat;
h. Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa
(BUMDesa).
Bagian Kedua
Pengelolaan Alokasi Dana Desa
Pasal 20
(1) Pengelolaan Alokasi Dana Desa merupakan satu kesatuan dengan pengelolaan keuangan
desa.
(2) Rumus yang dipergunakan dalam Alokasi Dana Desa adalah:
a. Azas Merata adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa yang sama untuk setiap desa,
yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM).
b. Azas Adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa berdasarkan Nilai Bobot Desa
(BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu, (misalnya Kemiskinan,
Keterjangkauan, Pendidikan Dasar, Kesehatan dll), selanjutnya disebut Alokasi Dana
Desa Proporsional (ADDP).
(3) Besarnya prosentase perbandingan antara azas merata dan adil sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) di atas, adalah besarnya ADDM adalah 60% ( enampuluh persen) dari
jumlah ADD dan besarnya ADDP adalah 40% (empatpuluh persen) dari jumlah ADD.
Bagian Ketiga
Mekanisme Penyaluran dan Pencairan
Pasal 21
(1) Alokasi Dana Desa dalam APBD Kabupaten/Kota dianggarkan pada bagian Pemerintahan
Desa;
(2) Pemerintah Desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk berdasarkan Keputusan
Kepala Desa;
(3) Kepala Desa mengajukan permohonan penyaluran Alokasi Dana Desa kepada Bupati c.q
Kepala Bagian Pemerintahan Desa Setda Kabupaten melalui Camat setelah dilakukan
verifikasi oleh Tim Pendamping Kecamatan;
(4) Bagian Pemerintahan Desa pada Setda Kabupaten akan meneruskan berkas
permohonan berikut lampirannya kepada Kepala Bagian Keuangan Setda Kabupaten atau
Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) atau Kepala Badan Pengelola Keuangan
dan KekayaanjAset Daerah (BPKKjAD);
(5) Kepala Bagian Keuangan Setda atau Kepala BPKD atau Kepala BPKKj AD akan menyalurkan
Alokasi Dana Desa langsung dari kas Daerah ke rekening Desa;
(6) Mekanisme Pencairan Alokasi Dana Desa dalam APBDesa dilakukan secara bertahap atau
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupaten/kota.
Bagian Keempat
Pelaksanaan Kegiatan
Pasal 22
(1) Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari ADD dalam APBDesa,
sepenuhnya dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Desa dengan mengacu pada Peraturan
Bupati/Walikota;
(2) Penggunaan Anggaran Alokasi Dana Desa adalah sebesar 30% (tigapuluh persen) untuk
belanja aparatur dan operasional pemerintah desa, sebesar 70% (tujuhpuluh persen)
untuk biaya pemberdayaan masyarakat. Bagi Belanja Pemberdayaan Masyarakat digunakan
untuk:
a. Biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil.
b. Penyertaan modal usaha masyarakat melalui BUMDesa. c. Biaya untuk pengadaan
ketahanan pangan.
d. Perbaikan lingkungan dan pemukiman.
e. Teknologi Tepat Guna.
f. Perbaikan kesehatan dan pendidikan.
g. Pengembangan sosial budaya.
h. Dan sebagainya yang dianggap penting.
Bagian Kelima
Pertanggungjawaban dan Pelaporan
Pasal 23
(1) Pertanggungjawaban ADD terintegrasi dengan pertanggungjawaban APBDesa, sehingga
bentuk pertanggungjawabannya adalah pertanggung-jawaban APB Desa;
(2) Bentuk pelaporan atas Kegiatan-kegiatan dalam APB Desa yang dibiayai dari ADD,
adalah sebagai berikut:
a. Laporan Berkala, yaitu: Laporan mengenai pelaksanaan penggunaan dana ADD dibuat
secara rutin setiap bulannya. Adapun yang dimuat dalam laporan ini adalah realisasi
penerimaan ADD, dan realisasi belanja ADD;
b. Laporan akhir dari penggunaan alokasi dana desa mencakup perkembangan pelaksanaan dan
penyerapan dana, masalah yang dihadapi dan rekomendasi penyelesaian hasil akhir
penggunaan ADD.
(3) Penyampaian Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui jalur
struktural yaitu dari Tim Pelaksana Tingkat Desa dan diketahui Kepala Desa ke Tim
Pendamping Tingkat Kecamatan secara betahap;
(4) Tim Pendamping Tingkat Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) membuat
laporan/rekapan dari seluruh laporan tingkat desa di wilayah secara bertahap melaporkan
kepada Bupati cq. Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten/Kota;
(5) Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas pendampingan maka Tim Pendamping
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas, dibebankan pada Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota diluar dana Alokasi Dana Desa (ADD).
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 24
(1) Pemerintah Provinsi wajib mengkoordinir pemberian dan penyaluran Alokasi Dana Desa
dari Kabupaten/Kota kepada Desa;
(2) Pemerintah Kabupaten/Kota dan Camat wajib membina dan mengawasi pelaksanaan
pengelolaan keuangan desa.
Pasal 25
Pembinaan dan pengawasan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 meliputi:
a. Memberikan pedoman dan bimbingan pelaksanaan ADD;
b. Memberikan bimbingan dan pelatihan dan penyelenggaraan keuangan desa yang
mencakup perencanaan dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan pertanggungjawaban
APBDesa;
c. Membina dan mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa;
d. Memberikan pedoman dan bimbingan pelaksanaan adminsitrasi keuangan desa.
Pasal 26
Pembinaan dan pengawasan Camat sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 meliputi:
a. Memfasilitasi administrasi keuangan desa;
b. Memfasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan asset desa;
c. Memfasilitasi pelaksanaan ADD;
d. Memfasilitasi penyelenggaraan keuangan desa yang mencakup perencanaan, dan
penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan pertanggung-jawaban APBDesa.
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 27
Pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dilengkapi dengan format administrasi keuangan
desa, sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Dengan berlakunya peraturan ini, semua ketentuan yang mengatur mengenai pengelolaan
keuangan desa khususnya lampiran pada Model Buku Adminsitrasi Keuangan Desa dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2006 tentang Pedoman Administrasi Desa
harus menyesuaikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.
Pasal 29
Semua ketentuan yang mengatur mengenai Pengelolaan keuangan desa wajib menyesuaikan
dengan berpedoman pada Peraturan ini paling lambat 6 (enam) bulan.
Pasal 30
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

kebijakan publik

Pasar Lewoleba:
Persoalan yang Tak Kunjung Selesai

Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual. Namun, di Lewoleba dua buah pasarnya berada pada lokasi yang tidak strategis. Pedagang pun memilih pasar dadakan supaya karena di sana ada pembelinya.

Mama Maria, memperhtiakan dengan sedih sayuran yang telah layu di hadapannya. Matahari telah meninggalkan siang. Sore telah kian dekat, namun sayuran yang didagankannya sejak pagi di Pasar Pada tersebut belum laku terjual. Ini bukan pengalaman pertama perempuan paruh baya itu.
Ketika melangkah lebih jauh menyusuri lorong Pasar Pada, dengan mudah kita dapat menemui para pedagang dengan pengalaman yang nyaris sama dengan Mama Maria. "Sejak dipindah ke sini, dagangan kami sepi," ujar Maria sambil tersenyum pahit. Meski berat, Maria tidak punya pilihan selain berdagang di Pasar tersebut.
Pengalaman Mama Vero Weda lain lagi. Ditemui dalam sebuah kesempatan Mama Vero bercerita tentang sulitnya berdagang di Pasar Pada yang sepi pengunjung tersebut. "Pasar itu terlalu jauh, kami harus naik ojek. Kadang-kadang kami rugi kalau harus berdagang di sana," ujarnya.
Mama Vero kemudian memilih berjualan di tepi jalan tak jauh dari rumahnya. Dengan sebuah bale-bale kecil tempat ia meletakan sirih, pinang dan beberapa jualan kecil lainnya Mama Vero berjualan di tepi jalan. "Hasilnya lebih dari cukup jika dibandingkan dengan berjualan di Pasar Pada," ujarnya dengan semangat.
Masih dengan semangat Mama Vero menambahkan, penghasilan berjualan di tengah kota jangan dibandingkan dengan hasil penjualan jika berdagang di Pasar Lamahora. Wanita tua yang juga aktif di salah satu partai politik tersebut mengaku tidak dapat mengerti pertimbangan membuat pasar di Lamahora. "Siapa yang mau berjualan di sana. Sepi sekali, tidak ada pedagang dan penjual," ujarnya lagi.
Bukan rahasia lagi bahwa Pasar Lamahora nyaris tidak ada aktifitas selama ini. Jaraknya yang cukup jauh membuat pedagang berpikir dua kali untuk berjualan di sana. "Dulu kami sempat berjualan di sana, tapi siapa yang mau rugi terus," ujar wanita yang gemar menguyah sirih ini.
Kira-kira 200-an meter ke arah selatan dari tempat Mama Vero berjualan, sekitar belasan pedagang mengambil langkah yang sama, berjualan di tepi jalan. Jalanan depan Kantor Kesbanglinmas Kabupaten Lembata itu tak pernah sepi. Dari pagi hingga petang lokasi tersebut menjadi pasar kaget.
Aksesnya yang mudah membuat pasar kaget tersebut kian ramai dari hari ke hari. Tentu, hal tersebut membuat jalan di sekitar padat dan sesekali macet. Mengganggu memang. Yance, salah seorang sopir angkutan di Lewoleba mengaku cukup terganggu ketika melintasi jalan tersebut. "Macet dan harus hati-hati karena banyak orang. Tapi banyak penumpang yang ingin ke pasar kaget. Rejeki bagi kami," ujarnya sambil tersenyum.
Tak hanya Yance yang senang, tukang ojek pun kebagian rejeki. Meskipun mereka harus sedikit berebutan dengan sesama tukang ojek namun tetap saja mereka berhasil mendapatkan penumpang. Kondisi ini, lagi-lagi membuat jalanan di sekitar lokasi pasar menjadi ramai. Lalu lintas terhambat dan tentu saja hal tersebut sangat mengganggu.
Kondisi tersebut memaksa pemerintah untuk mengambil langah pengusiran terhadap semua pedagang yang berdagang di pasar dadakan di tengah Kota Lewoleba. Langkah mungkin tepat dalam perspektif pemerintah. Tidak salah memang. Tapi juga harus diingat bahwa para pedagang yang berjualan di lokasi tersebut pun tidak dapat disalahkan.
Para pedagang hanya berusaha untuk menemukan lokasi yang tepat untuk bertemu dengan calon pembeli dagangan mereka, seperti yang juga diakui oleh Mama Kewa seorang pedagang di lokasi pasar kaget. "Jam 11 jualan kami sudah habis terbeli. Kalau di Pada, sampai sore belum tentu terbeli," ujarnya serius.
Dasar hukum pertama yang digunakan oleh pemerintah pun seperti dipaksakan yakni dengan menggunakan UU No.34 tahun 2004 tentang Jalan dan Jalan Tol. UU tidak secara spesifik mengatur tentang perdagangan di tepi jalan. Justru dasar hukum kedua, Perda 12/2003 terasa lebih tepat. Hal ini menimbulkan kesan dasar hukum pertama dipakai untuk menakut-nakuti pedagang yang akan berpikir bahwa urusan berdagang di pinggir jalan juga dilarang undang-undang.
Langkah pengusiran tersebut berbuntut panjang Vero Weda sampai harus dipukuli oleh petugas Polisi Pamong Praja yang menjadi eksekutor pengusiran pedagang. Sebuah hal yang sangat disayangkan. Pada masa seperti ini Polisi Pamong Praja, yang merupakan perpangangan tangan pemerintah, berlaku bagai monster bagi warganya yang berjuang untuk hidup di tengah himpitan ekonomi.
Tentu sangat sulit mencari siapa yang salah dalam urusan ini. Persoalan ini telah menjadi seperti benang kusut. Namun, terlepas dari hal tersebut, ada persoalan substansial yang membuat masalah pasar seperti menjadi benang kusut. Hal ini tentu saja tidak terjadi jika pemerintah mau melibatkan masyarakat dalam proses penentuan kebijakan publik.
Sebuah kebijakan publik bagaimanapun harus menjadi jawaban atas persoalan masyarakat. "Pemindahan pasar ke Pada dan Lamahora tidak membuat kami mendapatkan pembeli yang cukup," ujar Mama Kewa yang tinggal di Namawekak itu. Menyedihkan memang tapi itulah kenyataannya.
Pada titik ini, pemerintah dan masyarakat terutama pedangang di pasar Pada dan Lamahora perlu untuk duduk bersama, sehingga dapat dirumuskan kebijakan yang saling menguntungkan. "Pemerintah mengusir kami dari pasar ini, tidak apa-apa. Tapi sekali-sekali mereka perlu bertanya, berapa uang yang kami keluarkan untuk ke Pasar Pada dan Lamahora, lalu berapa yang kami dapatkan dari sana," ujar Mama Vero dengan sedih. Andaikata pemerintah mau untuk sedikit saja mendengarkan mereka. DONI KARES ASTRIANUS DAN APOLONIUS SUMARLIN